Pupuk Organic Cair superMAX

Pupuk Organic Cair superMAX
1 Liter untuk 1 Hektar lahan.

27 February 2008

Pupuk Organic Cair superMAX

Awalnya saya diajak kawan, bicara tentang petani Indonesia yang ( klise : tapi nyata!! ) memprihatinkan........jadi sapi perahan tengkulak, dilupakan oleh Pemerintah!!

Kemudian akhir akhir ini beberapa kali saya diajak keliling Jogjakarta-Kedu-Surakarta untuk ketemu dengan kelompok-kelompok tani.
Lama-lama saya ketagihan, apalagi waktu saya cukup luang dimalam hari....daripada terbuang percuma, mendingan BELAJAR BERSAMA petani, betul???!

Sejauh ini yang saya coba lakukan adalah mengajak petani dan orang2 pemilik lahan dipedesaan untuk berhitung ( secara harfiah ) tentang modal bertani dibanding hasil produksinya, karena selama ini sebagian besar mereka menjalankan Proses bercocok tanam hanya sekedar rutinitas turun temurun tanpa manajemen profesional, tanpa memiliki data yang seharusnya mereka dokumentasikan.

Pengalaman saya, mayoritas petani tak tahu apakah hasil panen mereka musim ini setelah dikurangi biaya produksi, meningkat atau turun dibanding musim lalu, dan mayoritas tidak memiliki data tentang modal/ pengeluaran untuk pupuk dll.

Saya juga berusaha mencari info, kira2 pupuk apa yang terbaik untuk petani, dilihat dari harga dan kwalitas....dengan maksud agar petani memperoleh nilai ekonomi optimal dari pekerjaan mereka.
Banyak petani yang sempat terpukau oleh beberapa pupuk organic yang merupakan suplemen bagi tanaman, seperti NUTRI GROW, kemudian beralih ke NOS, dan terakhir sama Nutrisi Saputra, sebelum akhirnya melirik produk superMAX.

Pupuk pupuk diatas saya pelajari dan saya banding-bandingkan secara ekonomi maupun kwalitas, dan saat ini saya juga sedang dalam pencarian data sebuah pupuk organic yang katanya memiliki hasil ajaib disejumlah daerah sesuai sejumlah kesaksian para petani......

Tentang pupuk Organik Cair superMAX ini, saya punya catatan khusus berdasar input para petani.

Dengan klaim wajar, sebagai pupuk Suplemen, bukan pupuk tunggal, pemakaian superMAX berhasil meningkatkan hasil panen Padi lebih dari 2 Ton perhektarnya, tergantung kondisi tanahnya.
Dalam prosentase, penggunaan Pupuk Cair Organic superMAX bisa meningkatkan hasil panen antara 40% hingga 100% dibanding sebelum menggunakan pupuk superMAX .
Pemakaian pupuk superMAX juga bisa mengurangi pemakaian pupuk Kimia secara bertahap, 5-10% per masa panen, hingga akhirnya cukup 50% pemakaian pupuk Kimianya setelah 5 - 6 masa panen pertama memakai pupuk organik cair superMAX.

Pupuk Cair Organik superMAX dengan kemasan 1liter bisa digunakan untuk 1 kali penyemprotan Padi seluas 1 Hektar, dan selama musim tanam cukup disemprot 3 kali atau 3 botol superMAX 1 liter.

Kelebihan superMAX ini, antara lain:
1. Irit dan praktis ( cukup mencampur 10cc / 1 tutup botol kecil dengan 7Ltr air ) setara dengan 2 tutup botol pertangki, sehingga 1 Liter superMAX bisa untuk 50 tangki lebih.
2. Pupuk ini tanpa Masa Kadaluarsa......jika sisa pada masa tanam sekarang, bisa digunakan untuk masa tanam berikutnya, dan yang terpenting adalah
3. BERGARANSI.
4. Bisa digunakan untuk Tanaman Pangan, Sayuran, Kebun, serta tanaman Hias.

Harga perliter pupuk organic cair superMAX adalah Rp 350.000,-
Namun karena adanya subsidi dari seorang pengusaha yang sangat perhatian terhadap petani, maka harga ke petani adalah Rp 85.000,-
Setiap Liternya, pupuk cair organic superMAX bisa digunakan untuk 50 - 100 tangki( sesuai jenis tanaman ), sehingga Ongkos produksi per-tangki HANYA Rp 1700,-,
Pupuk lain gak ada yang ongkos produksinya per-tangki kurang dari Rp 7.000,-

Pupuk ini tidak dijual bebas ditoko-toko pertanian karena bersubsidi lebih dari Rp 250.000,-/botol.

Pupuk Cair Organik superMAX juga bergaransi sebagai Jaminan akan Kwalitas Produk tersebut, dimana apabila pemakaian pupuk superMAX tidak menghasilkan panen yang meningkat dibading sebelum menggunakan superMAX maka uang akan dikembalikan!!
Dengan tidak dijual langsung lewat toko pertanian, para petani diharapkan bisa mengenal produsen, mengetahui alamat Jelas sang penjual pupuk untuk menjamin kepercayaan petani, sekaligus untuk menekan harga agar sampai ketangan petani dengan harga BERSUBSIDI.

Pupuk ini sesungguhnya hanya bernama MAX, sedangkan kata "super" yang ada pada kemasannya adalah HADIAH dari petani-petani yang telah membuktikan manfaatnya.

Makna Belajar Bersama yang menjadi Trade Mark pupuk ini, adalah setiap hari sebisa mungkin team konsultan pupuk superMAX keliling bukan hanya bermodal brosur, namun membawa peralatan berupa Laptop, Screen, LCD Projector, dan sebagainya yang berharga puluhan juta rupiah, mengunjungi kelompok kelompok petani yang didaerah Yogyakarta dan Jawa Tengah ( mereka kebanyakan punya jadwal pertemuan selapanan / 35 hari sekali), dimana dalam setiap pertemuan dengan para petani, team konsultan superMAX mengajak mereka MENGHITUNG!!
Bertani sayuran atau Padi atau tanaman lain, mari selalu BERHITUNG!!

Jika anda berminat membicarakan lebih lanjut tentang Pupuk Cair Organik superMAX ini, silahkan hubungi alamat dibawah ini :

PT. CITRA SALIMAS KENCANA
JL. SABIRIN 17
JOGJAKARTA - 55224
TELP ( 0274 ) 580597, 7193000
FAX ( 0274 ) 580597
JOGJAKARTA - 55224

Nasib Petani Tergantung Pupuk


Kamis, 28 Februari 2008
M HUSNI NANANG

INILAH.COM, Jakarta - Memasuki musim tanam Maret 2008, pertanian dibayangi kelangkaan pupuk. Tak hanya susah dicari, harga pupuk juga melambung. Tentu hal ini sangat ironis dengan target pemerintah untuk meningkatkan produksi padi dan mengurangi impor beras tinggal 5% di 2008.

Kelangkaan pupuk tejadi di kawasan Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, Banten diiringi dengan kenaikan harga hingga 20%. Selain itu, di ujung timur pulau Jawa, Banyuwangi bahkan sempat terjadi demonstrasi petani akibat distribusi pupuk berkurang hingga 50%.

Ketua Umum Dewan Tani Indonesia Ferry J Juliantono kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (27/02) mengatakan, kelangkaan terutama pada pupuk yang menggunakan bahan baku gas seperti SP-36 dan KCL.

“Distributor memang kurang pasokan, sementara petani belum mendapatkan pupuk alternatif,” ujarnya. Menurut Ferry, petani saat ini harus berupaya untuk mencari pupuk alternatif seperti Phonska.

Meski begitu harga pupuk Phonska terus meningkat, dari yang sebelumnya seharga Rp 1.750 per kilogram menjadi Rp 2.200-2.500 per kg. “Itupun jumlahnya terbatas karena hanya Petrokimia Gresik saja yang memproduksinya,” jelasnya.

Sulit dan mahalnya pupuk di lapangan menimbulkan kekhawatiran karena bisa menurunkan kualitas produksi padi. “Secara akumulatif tentu akan mempengaruhi produksi padi nasional,” tandasnya. Ferry menambahkan, kelangkaan pupuk di awal musim tanam selalu terjadi berulang karena kesalahan kebijakan pemerintah.

Dirjen Tanaman Pangan Depertemen Pertanian, Soetarto Alimoeso, ketika dihubungi terpisah mengatakan, pada Januari memang terjadi kelangkaan pupuk. Hal itu dikarenakan kerusakan di pabrik Pupuk Kujang Cikampek (PKC) dalam beberapa hari. Selain itu juga karena faktor cuaca.

Namun, saat ini pasokan telah aman karena kebutuhan telah dipenuhi dari pasokan pabrik Pupuk Kimia Gresik, Pupuk Kalimantan Timur, dan Pupuk Sriwijaya. “Secara nasional, pasokan pupuk cukup. Pabrik PKC juga meningkatkan produksinya setelah mendapat suplai gas,” paparnya.

Kelangkaan pupuk di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi bila dalam penggunaan dan distribusi sesuai dengan kebutuhan petani. Semisal lebih banyak menggunakan komposisi pupuk urea, karena produksi di Tanah Air mengalami surplus. Bahkan tak hanya mencukupi pasokan dalam negeri, pupuk urea juga diekspor.

Seluruh BUMN pupuk, antara lain PT Pupuk Sriwijaya, PT Petrokimia Gresik, PT ASEAN Aceh Fertilizer, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Kujang saat ini mampu memproduksi pupuk jenis urea hingga enam juta ton.

Namun, kelangkaan pupuk kadang terjadi pada jenis SP-36 yang bahan bakunya masih tergantung dari luar negeri. Kelangkaan juga sering terdorong kebiasaan pemakaian pupuk di kalangan petani yang cenderung berlebihan.

“Misalnya untuk SP-36 yang seharusnya cukup dengan satu kuintal per hektar, banyak yang menggunakan hingga dua kuintal,” ujar Ketua Umum Asosiasi Niaga Pupuk Indonesia (ANPI) Johan Unggul ketika dihubungi secara terpisah.

Hal ini, lanjut Johan, akan menimbulkan kelangkaan pupuk jenis SP-36 karena permintaan lebih tinggi dari pasokan. Selain itu, faktor pemberlakuan Permendag No 14/2007 dan Standard Nasional Indonesia (SNI) Wajib Pupuk ikut mendorong ekonomi biaya tinggi.

“Prosedur impor menjadi tidak kondusif dan menyebabkan eksportir di luar negeri memilih untuk tidak memasarkan produknya ke Indonesia,” tambah Johan.

Sementara itu, untuk merestrukturisasi pupuk, Ferry mengharapkan pemerintah sebaiknya segera mengambil alih urusan dari tangan Departemen Perdagangan menjadi satu pintu, yakni tanggung jawab Departemen Pertanian. Termasuk urusan distribusi.

Selain itu, masalah disparitas harga yang cukup tinggi antara harga pupuk ekspor dan dalam negeri menjadi daya tarik bagi produsen pupuk menjual produknya ke luar negeri. “Ini seharusnya menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah cepat dan nyata dalam persoalan pupuk,” jelasnya.

Kebutuhan nasional harus menjadi prioritas dalam menangani persoalan pupuk. Apalagi tak hanya menyangkut kebutuhan pokok tetapi juga menyangkut nasib jutaan petani di pelosok-pelosok tanah air. [E1/I4]

01 February 2008

Kita Sering Dibodohi

Anton Apriyantono (Dok. GATRA/Astadi Priyanto)Setiap kali gejolak harga komoditas pertanian mengguncang negeri ini, perhatian orang lantas berpaling pada Departemen Pertanian. Maklum, departemen yang kini dipimpin Anton Apriyantono itu memang punya tugas menumbuhkembangkan produk pertanian. Nah, kalau produk pertanian langka --atau kalaupun tersedia, ternyata itu produk impor-- orang pun bertanya: apa yang telah diperbuat Departemen Pertanian?

Berikut petikan percakapan wartawan Gatra Heru Pamuji, Syamsul Hidayat, dan pewarta foto Abdul Malik M.S.N. dengan Menteri Anton Apriyantono di rumah dinasnya, Jalan Widya Candra, Jakarta, Jumat malam lalu.

Sebagai negara agraris, mengapa kita malah menjadi pengimpor produk pertanian?
Anggapan itu muncul lantaran tidak melihat data dan tren dalam lima tahun hingga 10 tahun. Juga tidak membandingkan dengan negara lain. Seakan-akan kejadian itu hanya ada di Indonesia. Padahal, dengan perbandingan sederhana, dibandingkan dengan Korea Selatan, misalnya, Indonesia masih lebih baik.

Untuk impor kedelai, Korea Selatan dan Indonesia sama, yaitu sekitar 1,2 juta ton. Namun, untuk jagung, Korea Selatan mengimpor hingga 12 juta ton, sedangkan Indonesia hanya 400.000 ton. Pada 2007, Indonesia bisa dibilang sudah swasembada jagung.

Belakangan, muncul gejolak harga komoditas pertanian. Apa yang terjadi?
Sebetulnya karena ketakutan, kekhawatiran, aspek psikologis, yang disebabkan banyak bermunculan isu, sehingga harga naik. Sebagai contoh, dengan pengalaman 2006, meskipun produksi beras mencukupi, kita tetap mengimpor.

Praktek semacam itu tidak cuma dilakukan Indonesia. Cina pun melakukan hal demikian. Mereka tidak berani main-main dengan 1,3 milyar penduduk. Kalau terjadi kekurangan sedikit saja, bisa guncang. Yang penting, kan harga itu stabil, baik di tingkat konsumen maupun petani. Nah, tahun lalu harga bagus. Rata-rata di atas HPP. Jadi, tidak masalah impor demi stabilisasi.

Sekarang masalah harga tidak bisa dianggap soal supply and demand. Itu sudah terlalu klasik. Basisnya tetap supply and demand, price, tapi faktor lain banyak yang mempengaruhi harga. Sentimen pasar, situasi politik, juga mempengaruhi harga.

Apa upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan?
Bagaimanapun, ketahanan pangan tetap penting. Bahkan bukan cuma ketahanan, melainkan juga kemandirian pangan. Kalau cuma ketahanan pangan, kita bisa tercukupi dari impor. Kalau kemandirian pangan, sebagian besar harus produksi dalam negeri.

Untuk menghindari guncangan-guncangan, kecukupan menjadi suatu keharusan. Sulit bagi kami untuk menstabilkan harga kalau produksi dalam negeri jauh dari mencukupi. Contohnya beras, sekarang bisa membaik karena produksi dalam negeri bisa ditingkatkan.

Apa kendala mengaplikasikan hasil penelitian ke masyarakat?
Masih ada gap dari hasil penelitian untuk sampai ke masyarakat. Di Balikabi, Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, selalu dilakukan promosi dan gelar teknologi. Namun ternyata masyarakat lebih senang menggunakan kedelai yang secara lokal tersedia.

Ini dipicu juga oleh kendala umur simpan benih kedelai yang tidak lebih dari dua bulan. Sehingga belum ada swasta yang serius berbisnis di bidang benih kedelai. Di kalangan BUMN, cuma PTP XII yang menekuni bisnis kedelai.

Bagaimanapun, kita membutuhkan peran swasta yang mau menyediakan benih kedelai. Jadi, soal sosialisasi hasil-hasil riset memang menjadi masalah tersendiri. Butuh waktu lama untuk sampai ke masyarakat. Sosialisasi padi saja bisa sampai 10-15 tahun dari mulai ditemukannya varietas unggul baru. Ini memang memerlukan percepatan-percepatan agar lebih cepat lagi sampai ke masyarakat.

Caranya?
Ya, melalui penyuluhan, melalui BPPT-BPPT yang ada di setiap provinsi. Saya melihat, pergerakan di bawah ini yang menjadi titik lemah dalam pembangunan kita, terutama di bidang pertanian. Penyuluhan mulai kendur pada akhir 1980-an, baru kita bangkitkan kembali. Kalau jaringan di tingkat bawah ini sudah terbentuk dengan baik, aliran informasi akan mudah. Ini yang sedang kami bangun lagi. Yang diperlukan adalah kegiatan yang bisa sampai ke tingkat desa. Seorang penyuluh di satu desa yang mengajari petani dengan inovasi-inovasi teknologinya.

Pada zaman Orde Baru, kan strategi itu sudah dilakukan?
Makanya, kami menyebutnya revitalisasi. Sebetulnya, yang dilakukan Orde Baru pada Pelita III sudah pada arah yang benar. Namun, belum begitu kuat, sudah tergoda dan kemudian beralih ke hi-tech dan industri, sedangkan pertaniannya kendur.

Pada saat ini banyak terjadi bencana seperti banjir. Apakah itu berpengaruh pada daya dukung lahan?
Dibandingkan dengan luas lahan keseluruhan, lahan yang terkena banjir masih jauh lebih kecil. Sawah yang fuso 60.000 hektare, tapi luas seluruh lahan 12 juta hektare lebih. Secara kualitaif, banyak yang menganggap lahan sawah berkurang. Angkanya pun bervariasi, 40.000-100.000 per hektare per tahun. Tapi, jangan lupa, ada pula perluasan lahan untuk persawahan.

Perlu diberlakukan land reform?
Land reform agraria memang suatu keharusan. Tapi dalam arti bukan bagi-bagi tanah, melainkan mengusahkan tanah itu secara optimal. Kami sudah meminta Departemen Transmigrasi menyediakan lahan-lahan pertanian dan memindahkan penduduk berdasarkan program. Jadi, paradigma baru trasmigrasi itu bukan sekadar pemerataan penduduk, melainkan juga terkait dengan program. Misalnya program perluasan sawah, baru kemudian penduduk dipindahkan ke sana. Jadi, ditumbuhkan dulu kegiatan ekonominya.

Soal liberalisasi, bagaimana persiapan industri pangan kita?
Memang di dunia global yang saling bergantung ini tidak mudah membebaskan diri dari liberalisasi. Tinggal pilihan, kita ingin memanfaatkan atau dimanfaatkan. Cina saja, yang demikian tertutup, sekarang terbuka juga. Tidak ada yang bisa menghindar.

Liberalisasi, seperti WTO, kan tidak berarti kita memangkas semua tarif bea masuk. Ini kan pemahaman yang tidak utuh. Ada bond tarif yang diperkenankan. Mainkanlah ini. Kecuali free trade seperti ASEAN Free Trade. Itu memang tidak bisa dihindari. Kita bisa untung, bisa pula buntung. Lagi-lagi tergantung kita, bisa memanfaatkan atau justru dimanfaatkan.

Jangan lupa, ada pula trade off. Di satu sisi, kita mungkin kebanjiran produk hortikultura dari luar negeri. Tapi, di sisi lain, kita bisa mengirim CPO, kakao, kopi, dan teh. Tinggal hitung-hitungan. Kalau dilihat dari neraca, jauh lebih banyak ekspornya dibandingkan dengan impor.

Tetapi masyarakat lebih sering melihat produk-produk impor dalam bentuk "etalase" di supermarket modern.
Kalau dilihat secara keseluruhan, impor buah-buahan itu angkanya di bawah 5%-6%. Cuma, karena dipajang di depan mata, jadi seakan-akan besar. Persepsi memang seringkali mendominasi opini dibandingkan dengan data yang sesungguhnya. Yang dilihat orang itu, kan cuma di hypermarket seperti Carrefour.

Mengapa citra produk pangan Indonesia cenderung terpuruk di pasar global?
Ada beberapa alasan. Pertama, trader-trader Indonesia di bidang hortikultura masih kurang. Kedua, ada kendala di dalam negeri. Misalnya masalah transportasi yang cukup mahal. Itu karena banyak pungutan liar dan infrastruktur yang seringkali kurang menunjang.

Infrastruktur jalan sangat penitng bagi produk hortikultura yang mudah rusak. Di Thailand, misalnya, mereka punya jaringan pemasaran yang bagus dan ada subsidi transportasi dengan Thai Air Ways. Kita harus mengakui, produk hortikultura mereka unggul. Tapi, sorry, untuk perkebunan, Indonesialah yang unggul.

Bagaimana peran perbankan dalam pengembangan industri pertanian di Indonesia?
Perbankan kurang mendukung. Di Indonesia, bunga bank masih cukup tinggi. Sedangkan di luar negeri, misalnya Malaysia, dengan bunga lebih rendah, mereka bisa lebih agresif dalam berinvestasi. Jangan-jangan, dalam waktu dekat perkebunan sawit di Indonesia dikuasai pengusaha Malaysia. Mereka juga lari ke Vietnam untuk investasi padi. Luar biasa ekspansi mereka.

Ke depan, produk pangan apa saja yang rawan?
Beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Untuk produk ini, masih diusahakan untuk swasembada. Walapun sampai sekarang mencapai swasembada padi, jagung, untuk kedelai, gula, dan daging sapi belum. Untuk ketiga komoditas ini, perlu dilakukan upaya percepatan. Namun, lagi-lagi, kendalanya dari sisi perbankan. Mestinya, untuk sektor pertanian, bunganya lebih kecil dibandingkan dengan sektor lain. Di negara lain, banyak terdapat bank pertanian, seperti di Cina, Thailand, dan Prancis.

[Laporan Utama, Gatra Nomor 11 Beredar Kamis, 24 Januari 2008]